Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2016

Kronik Partikelir

Gambar
Oleh: Mulki Mulyadi   Pagi sekali tuan itu bertandang ke sawah. Tengok sana suruh sini banyak bawahannya. Para petani yang memanggul gabah dan mencacah rumput. Menarik kerbau bajak petak yang siap tanam. Hari itu sekali sepekan petani bekerja pada sang tuan. Konon ia yang punya seluruh desa ini, Serta dua desa lain di sisi utara sana. Bagai anak bawang aku hanya melihat saja. Ayah bundaku yang mengangkat gabah kadang panenan tebu. Desaku penghasil padi dan tebu. Tapi gula putih itu tak pernah kucicipi. Lihat bayangannya pun hampir tak sanggup. Hanya pernah sekali dua kali menggigit batang tebu itu. Setidaknya rasanya aku sudah tahu. Tanah ini aku tak paham bagaimana. Bukannya semua tanah ini dulu punya nenek moyangku. Mengapa tuan itu yang ambil untungnya. Belakangan aku sadar, ini wilayah particuliere. Wilayah dimana tuan-tuan tanah itu berkuasa. Membeli tanah sekaligus desa-desanya. Yang jual tanah kami itu tuan-tuan londo

Opini: Walikota London dan Gubernur Jakarta

Gambar
Oleh: Mulki Mulyadi Nun jauh di negeri ratu Elisabeth Britania Raya, setelah beratus tahun lamanya Negara imperialis yang pernah menguasai empat benua itu berdiri, tahun 2016 dapat dianggap sebagai tahun yang bersejarah. Sadiq Khan seorang muslim keturunan British-Pakistan berhasil menduduki jabatan sebagai wali kota London. Wali kota muslim pertama sejak Negara Kerajaan mayoritas Kristen itu didirikan, dipilih berdasarkan pemilihan umum one man one vote yang intinya bahwa mayoritas warga London menginginkan Sadiq menjadi pemimpin mereka. Sangat bersejarah, terlebih di tengah meningkatnya Islamophobia di Eropa serta dampak dari terorisme global yang mengancam benua biru itu. Kemudian kembali menyeberang benua, menyusuri lautan dan hinggap di sudut tenggara Asia, salah satu Negara kepulauan terbesar di dunia yang bernama Indonesia. Negara mayoritas Muslim moderat yang toleran dan demokratis. Memiliki kebudayaan unik yang berdasarkan Pancasila. Negeri bekas jajahan sebuah da

Sajak Budaya: Arung Pelaut, Jaya Selalu

Gambar
Oleh: Mulki Mulyadi* Apakah deru lautan yang membuat pelaut menjadi gagah. Ataukah kapal yang tartambat megah di ujung labuhan. Atau ia yang berdiri, rambut terkibar diujung buritan tatapan menerjang. Ombak lautan yang membiru mengganas kala badai. Sarung diikat keris diselip bermakna siap lakukan kelana. Bangsa gagah jadi pelaut tak kan gentar lawan samudera. Taklukkan karang beribu pulau jadi santapan sehari-hari. Lawan penjajah rasa garamkan darah demi puaskan batin. Tak habis keinginan untuk berlayar serang gempuran ombak. Pelaut, darahmu panas teduh rasa masin udara laut. Kulitmu legam terbakar matahari bercampur garam. Bangkit, kembangkan, tetapkan, tekad membara pengembara. Jayakan negeri harumkan sanak kerabat rajai bangsa. Pelaut, makanmu ikan yang kuatkan raga. Setiap hari pulau demi pulau menyapa engkau. Beri salam hangat dari daratan tempat petani menanam. Ingin juga merasa bebas tiada susah dalam dada. Karena di l