Sajak Budaya: Arung Pelaut, Jaya Selalu






Oleh: Mulki Mulyadi*

Apakah deru lautan yang membuat pelaut menjadi gagah.
Ataukah kapal yang tartambat megah di ujung labuhan.
Atau ia yang berdiri, rambut terkibar diujung buritan tatapan menerjang.
Ombak lautan yang membiru mengganas kala badai.
Sarung diikat keris diselip bermakna siap lakukan kelana.

Bangsa gagah jadi pelaut tak kan gentar lawan samudera.
Taklukkan karang beribu pulau jadi santapan sehari-hari.
Lawan penjajah rasa garamkan darah demi puaskan batin.
Tak habis keinginan untuk berlayar serang gempuran ombak.

Pelaut, darahmu panas teduh rasa masin udara laut.
Kulitmu legam terbakar matahari bercampur garam.
Bangkit, kembangkan, tetapkan, tekad membara pengembara.
Jayakan negeri harumkan sanak kerabat rajai bangsa.

Pelaut, makanmu ikan yang kuatkan raga.
Setiap hari pulau demi pulau menyapa engkau.
Beri salam hangat dari daratan tempat petani menanam.
Ingin juga merasa bebas tiada susah dalam dada.

Karena di laut bangsa jaya, di darat bangsa lemah.
Sukanya berenak tidur, tak mahu ambil resiko maut.
Sedangkan pelaut tantang ombak tak lelah menanggung rindu.
Keluarga di daratan yang menunggu nafkah hasil dagangan.

Sebab itu engkau perkasa harum namamu jaya selalu.
Kembalilah ke negeri yang otaknya dataran melulu.
Rubahlah anak bangsa ikuti engkau hingga merdeka sepenuhnya.
Memimpin bangsa sendiri taklukkan dunia yang menjajah.
Merdeka di lautan, merdeka di daratan.


*Penulis adalah sastrawan sejarah dari Komunitas Rempah, saat ini mengambil Magister pada Jurusan Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Het Landbezit der Chinezen in Nederlandsch-Indie (Javabode 1858)

Ekonomi dan perniagaan di Asia tenggara abad ke 15-17 M