Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2016

Suriah: Selayang Sajak Dari Balik Gedung Berwarna Semen

Gambar
Oleh: Mulki Mulyadi (Sastrawan Sejarah dari Komunitas Rempah)   Tembakan datang entah darimana, nun jauh disana tak tentu asalnya dimana. Ledakan bertubi-tubi mengguntur siang dan malam tak perduli lagi gencatan senjata. Asap mengepul membumbung dari sela-sela tanah berdebu. Dari gedung-gedung berwarna semen yang bagaikan kumpulan rumah hantu. Teronggok menyedihkan terkena bom yang menyapu daratan, carpet bomb. Kadang juga suara bising roket-roket memecah telinga menggempar suasana. Disela-sela apartement bertingkat yang tak bercat itu berlari seorang anak. Ailan Kurdi? Bukan, Ailan telah lama tersapu ombak di laut Turki. Menghilang ia diiringi beribu yang lain susul menyusul bak mengantri mati. Alepo, ah tidak seluruh kota-kota yang hancur itu bernuansa sama. Gedung kotak simetris tak bercat yang masih berdiri namun sama hancurnya. Kota itu bukanlah kota lagi, ia kota mati yang sering keliatan di layar kaca itu. Film kah ini? Ternyata bukan, I

Puisi Naratif: Dari Tanah Tempat Berhimpunnya Segala Bangsa

Gambar
Oleh: Mulki Mulyadi* Dipersimpangan jalan menuju timur tengah. Kudapati dari buku-buku. Berbagai bangsa berperadaban berkumpul disana dulu sekali, dalam damai. Di bawah payung pemerintahan tradisional bangsa sendiri yang beganti-ganti. Ada malik, sultan, amir, Bey, dan khalifah yang memerintah dengan hukum masing-masing. Seperti di jawa pula ada susuhunan, sultan, raja, dengan gelaran yang berbeda pula. Namun bangsa mandiri dengan budaya serta nilai moral menurut agama. Berjaya dalam sebuah masa. Berkembang ilmu pengetahuan yang berjiwa filantrophi yang menginspirasi. Tandanya banyak ahli ulama yang bermunculan menyambung tali ilmu yang merekah. Mungkin terlihat kemajuan dan keemasan yang timbul masa itu. Tergantung sisi mana melihat, sisi mana mengambil pandangan dan simpulan. Dulu pada awalnya semua Negara damai dan perang dengan aturan main agama. Tapi bangsa berpalang salib yang berperang ke tanah suci. Tak pakai aturan. Spanyol disapu dengan

Puisi Naratif: Terasing di Khabar Tanah Berpasir

Gambar
Oleh: Mulki Mulyadi* Pagi ini berdiri diatas lantai bertegel putih polos. Sambil menarik sebuah kursi tua dengan satu tangan. Menyaring damai lewat nafas satu-satu. Kopi panas teman hidangan pagi selagi santai. Sambung menyambung rasa pisang goreng menggoyang lidah. Namun damai berubah resah, mata memicing nafas tersengal Ketika kutemukan dalam bacaan koran digital seluruh dunia. Kabar duka dari timur tengah , tanah berpasir itu, yang hingga kini membara. Tentang Ankara, San’a, Kairo, Alepo, Raqqa, Mosul dan Libya. Beruntun seperti keluarnya peluru dari sarang mesin perang. Ada kukabarkan pada seorang teman yang sedang belajar. Apa kabarnya disana, ia menjawab Mesir sudah tenang. 2011 bergejolak revolusi, 2013 juga militer mengkudeta. Sisi naik ke tampuk kuasa, Ikhwan menjadi santapan keji. Istilah teroris menjadi doyanan anak-anak negeri. Hasil keberhasilan negeri paling rasis berjuluk anak-anak zionis. Pagi ini kakiku melipat, duduk nyaman