Kerajaan Songhay: Pemerintahan Azkiya Muhammad (1443-1538)


Oleh: 
Muhamad Mulki Mulyadi Noor
Masjid peninggalan kerajaan Songhay
Awal pemerintahan
Songhay adalah suatu kerajaan terletak di Afrika Barat yang dalam bahasa arab Afrika disebut sebagai Bilad Sudan yaitu negeri tempat orang-orang Hitam. Kerajaan ini didirikan oleh Soni Ali Ber. Seorang Muslim yang masih diragukan keislamannya oleh para sejarawan karena masih memegang tradisi dan kepercayaan lama, barangkali ini agar dapat menguasai orang-orang Islam yang menjadi taklukannya. Ia menyerang Timbuktu dan mengakhiri kekuasaan Mali lalu dari wilayah ini ia melebarkan kekuasaannya ke Afrika Barat.
Setelah Soni Ali wafat, anaknya Soni Baru Dau menolak menjadi seorang Muslim. Hal ini yang membuat rakyat di kota-kota dan salah satu Jenderal senior Soni Ali yang bernama Muhammad Ture menantang Soni Baru Dau dan berkonspirasi untuk menjatuhkannya. Soni Baru Dau hanya memerintah kurang lebih empat belas bulan dan setelah itu dikudeta oleh Muhammad Ture.[1]
Muhammad Ture yang akhirnya dikenal sebagai Azkiya Muhammad pun akhirnya naik tahta pada tahun 1493. Azkiya Muhammad adalah seorang kaisar peletak dasar dinasti Azkiya, komandan militer, dan pembaharu politik kekaisaran Songhai pada akhir abad ke 15. Segera setelah naik tahta Azkiya langsung menegakkan hukum Islam dan menyusun strategi ekspansi dan konsolidasi pasukannya yang akan memperluas kerajaannya. Kerajaannya pun membentang dari wilayah Tanghasa di utara sampai wilayah Yatenga di Timur dan dari Air di Barat laut sampai Futa Djallon di Guinea.[2]
Azkiya berhasil memperkuat negaranya dan membangun sebuah kerajaan terbesar di Afrika Barat. Kekaisaran Songhai mencakup Hausa sampai Kano yang termasuk wilayah Nigeria, Mali dan beberapa wilayah Afrika Barat sekarang. Kebijakan-kebijakan brilian Azkiya meningkatkan perdagangan dengan benua Eropa dan Asia, ia juga mengintegrasikan Islam menjadi bagian dari kerajaannya dan menerapkan hukum Islam di seluruh wilayah. Azkiya Muhammad mengembangkan ilmu pengetahuan dengan mendirikan berbagai sekolah agama  Karena Jasanya Songhay mengalami kebangkitan peradaban yang belum pernah disaksikan sebelumnya. Seluruh negeri menjadi pusat segala sesuatu yang berharga dalam perdagangan dan pendidikan.
Pendidikan
Dalam mengembangkan pendidikan Azkiya Muhammad mendorong rakyatnya untuk belajar membaca dan menulis. Dan membawa banyak muslim untuk dilatih menjadi seorang Qadi atau Hakim. Ia juga mengganti orang asli Songhay dalam hal administrasi dengan orang arab Muslim. Hasil dari kebijakannya ini pun berbuah para Ulama di masanya yang sanggup membuat karya-karya dan manuskrip yang sangat banyak.
Azkiya Muhammad juga mendukung para Ulama dari Timbuktu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang menjadikan kota itu pusatnya ilmu di Afrika barat dengan Universitas Sankore yang menghasilkan banyak ulama. Diantara karya yang terkenal dari masa itu adalah Kitab Tarikh-Al Sudan (Chronicle of Africa) karangan Abdurrahman As-sa’di dan kitab Tarikh Fattah karya Muhammad Kati.[3] Universitas ini menjadi universitas tertua ketiga di dunia setelah Al-Azhar di Kairo dan Universitas Qairouwan di Fez. Sankore bukanlah institusi arab meskipun bahasa arab menjadi bahasa pengantar dalam pembelajaran seperti halnya Latin pada eropa abad pertengahan. Sankore adalah produk dari pradaban hitam di sudan barat yang dapat bertahan dan berkembang pada tiga masa kerajaan besar yaitu Ghana, Mali dan Songhay. Perkembangan universitas ini tidak lepas dari peran kota Timbuktu yang sangat penting bagi perdagangan dan bisnis pada masa itu.[4]
Administrasi pemerintahan
Selain memprakarsai kebijakan dalam perdagangan dan membentuk system pajak yang terorganisir. Azkiya Muhammad meninggalkan warisan penting dalam struktur administrasi negara daripada para pendahulunya. Selain dari lembaga yang sudah ada dari masa Soni Ali berkuasa seperti Bara-Koi (Gubernur Bara), Benga-Farma (Gubernur wilayah Danau), Hi-Koi (Pemimpin Armada), dan Tondi-Farma (Gubernur dataran tinggi Bandiagara) Azkiya Muhammad memperkenalkan lembaga-lembaga baru seperti Jenne-Mondyo, Masina Mondyo, Timbuktu Mondyo ketika ia menancapkan hegemoni Songhay ke wilayah-wilayah tersebut. Dalam pos-pos pemerintahannya Azkiya juga menambahkan dua pos penting yaitu Bhagana-Fari (Gubernur wilayah Baghana) dan Kurmina-Fari, sebuah lembaga yang sangat berkuasa yang berkedudukan di Tindirma, lembaga ini belakangan menjadi semacam gubernur jenderal (Viceroy) di provinsi-provinsi barat.[5]
Terbukti dengan adanya struktur administrasi yang teratur dan sistematis, Kerajaan Songhay pada masa pemerintahan Azkiya Muhammad dapat menguasai wilayah-wilayah yang bila diukur luasnya lebih besar dari benua eropa, dan menjadikan Songhay sebagai imperium islam terbesar dalam sejarah Afrika. Terlebih lagi motif penaklukan-penaklukan yang dilakukan Azkiya Muhammad adalah jihad Fi sabilillah melawan kaum kafir dari suku-suku Afrika yang sebelumnya belum tersentuh oleh islam.
Sebagai muslim yang saleh, Azkiya Muhammad pergi berhaji ke Makkah pada tahun 1495 yang membawa reputasi internasional padanya. Ia membawa serta 500 penunggang kuda, seribu pasukan dan beberapa Ulama.[6] Perdana menteri Mesir ketika itu memberikan penyambutan yang spesial padanya. Azkiya kembali ke kerajaannya dengan gelar yang sangat agung “Khalifah dari Afrika Barat” yang berarti bahwa ia adalah pemimpin paling penting di Afrika barat. Azkiya pun mendapat sebutan, Azkiya ‘Al-Hajj’ Muhammad. Ia memerintah hingga berumur 87 tahun. Azkiya dilengserkan oleh anaknya Azkiya Musa pada tahun 1528 setelah memerintah kurang lebih 36 tahun. Sepuluh tahun kemudian ia wafat dan dimakamkan di Masjid Sankore yang bisa dilihat sampai sekarang. [7]
Kesimpulan
Azkiya ‘Al-Hajj’ Muhammad adalah seorang pemimpin besar pada zamannya. Gagasannya di bidang militer, pendidikan dan administrasi membawa Kerajaan Songhay mencapai puncak kejayaannya. Kebijakannya untuk menggandeng para ulama dari universitas Sankore terbukti membawa peradaban gemilang bagi Afrika yang belum pernah ada sebelumnya di benua hitam tersebut
Daftar Pustaka
Akanba, Revelation: The Movement of The Akan People from Kanaan to Ghana, Author House, U.K, 2010
Berghe, Pierre Van Den, Power and Privilege at an African University, Transaction Publishers, New Jersey, 1973
Hunwick, John, Timbuktu and the songhay empire, Brill, Nedherland, 2003
Merry, Jossef W. Dkk, Medieval Islamic Civilization, Taylor & Francis, Great Brittain, 2006
Millar, Siaf, Walker, Robbin, The West African Empire of Songhai, Concept Learning Ltd, Great Brittain, 1999



[1] Akanba, Revelation: The Movement of the akan people from Kanaan to Ghana, Hal: 129
[2] John O. Hunwick, Timbuktu and the songhay empire, Hal: xl
[3] Jossef W. Merry,  Jere. L, Medieval Islamic Civilization, Hal: 764
[4] Pierre L Van Den Berghe, Power and privilege at an African University, Hal: 15
[5] John O. Hunwick, Timbuktu and the songhay empire, Hal: xliii
[6] Akanba, Revelation: The Movement of the akan people from Kanaan to Ghana, Hal: 130
[7] Siaf Millar and Robbin Walker, The West African empire of Songhai, Hal: 8

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Het Landbezit der Chinezen in Nederlandsch-Indie (Javabode 1858)

Sajak Budaya: Arung Pelaut, Jaya Selalu

Ekonomi dan perniagaan di Asia tenggara abad ke 15-17 M