Sejarah pemikiran Locke dan Montesquieu


Oleh:
Muhamad Mulki Mulyadi Noor
A.    Pendahuluan
Dalam sejarah bangsa-bangsa terdapat berbagai macam model politik kenegaraan yang menonjol dan mampu bertahan hingga ratusan bahkan ribuan tahun. Telah kita kenal system monarki turun temurun berbagai bangsa di dunia hingga system oligharki gaya Yunani dan republik gaya Romawi. Sitem perpolitikan yang membawa dampak yang buruk bagi rakyat adalah pemerintahan absolute dan korup dari para penguasa dan raja. Pemahaman bahwa raja adalah sebuah kekuasaan yang diberikan oleh tuhan untuk memerintah bumi ini melegitimasi raja untuk semakin memperbudak rakyatnya. Di eropa Gereja menjadikan agama sebagai alat untuk mengontrol kehidupan masyarakat dan menekan adanya kemajuan akal dan ilmu pengetahuan.. Situasi kelam ini berlanjut di kawasan Eropa sampai pada awal masa kebangkitannya.

Abad pertengahan adalah masa-masa yang kelam di eropa. Kebodohan masayarakat dan kelaliman penguasanya telah terkenal di dunia. Berbeda dengan wilayah timur yang notabene memiliki peradaban lebih maju akibat adanya revolusi Islam. Kita mengenal sistem islam telah menjadikan wilayah-wilayah yang ditaklukkan menjadi wilayah maju dan berperadaban. Dengan hukum syariat sebagai penopang utamanya, sistem perpolitikan Islam berlangsung secara kontinyu dibawah berbagai macam dinasti sampai akhirnya meredup dan digantikan oleh sistem perpolitikan eropa sebagai pengaruh dari kolonialisasi. Para pemikir eropa di masa kebangkitannya telah memberikan pengaruh yang sangat signifikan bagi terbentuknya negara-negara modern pada masa kini. Teori-teori cemerlang yang diadopsi bangsa-bangsa saat ini dan dianggap sebagai rule model pemerintahan ideal pada abad 18 hingga kini. Salah satunya adalah pemikiran Locke dan Montesquieu.


B.     Sejarah Pemikiran John Locke dan Montequieu
Pada abad ke 18 saat Inggris dan Perancis tengah dalam masa Aufklarung (Renaissance), banyak lahir pemikir-pemikir utama dalam bidang sosial, ekonomi dan terutama dalam bidang politik. Para Intelektual dan cendikiawan mulai mempertanyakan makna kekuasaan yang oleh raja diklaim menjadi hak mereka yang mempunyai sifat ilahiyah. Maka dari itu timbul lah berbagai pemikiran tentang konsep politik dan kekuasaan. Di makalah ini akan kami paparkan secara berurutan konsep pemikiran John Locke dan Montesquieu yang sangat berpengaruh tersebut hingga kini.
1.      John Locke (1632-1704)
John Locke dilahirkan pada 29 Agustus 1632 di Wrington, sebuah desa di Somerset utara, inggris barat. Ayahnya adalah pengacara yang tidak begitu kaya. Ia kuliah di oxford dan mendapatkan gelar sarjana muda pada tahun 1656. Masa kecil Locke adalah masa kecil yang tragis karena pada masa itu terjadi perang saudara dan perang agama antara Protestan dan katolik. Tragedi perang tersebut telah mengguncang jiwa Locke, dari tragedy itu pula ia mendapatkan banyak pelajaran berharga dan mulai memahami arti penting dari kebebasan, pembatasan kekuasaan dan toleransi beragama yang merupakan pemikirannya yang paling menonjol di kemudian hari.
Pemikiran Locke diambil dari berbagai Karya tulisnya antara lain: Two Treatises, An Essay concerning Human understanding, A letter on Toleration, dan Some Thought concerning education. Intisari dari pemikirannya adalah Kekuasaan merupakan hasil dari kontrak sosial antara rakyat dan penguasa dalam hal mengelola perihal kenegaran dan kewargaan.[1] Dalam menjalankan hal tersebut negara memiliki kekuasaan namun tidak mutlak seperti yang digambarkan oleh para raja. Maka dari itu pembatasan kekuasaan menjadi sangat penting untuk menghindari penyalahgunaan.
Locke menolak teori Filmer yang menyatakan bahwa kekuasaan Raja adalah bagaikan kekuasaan Ayah pada anak-anaknya baik ketika kecil hingga dewasa. Ia beranggapan bahwa ketika dewasa sang anak berhak menentukan jalan hidupnya sendiri dan tidak lagi bergantung kepada sanga Ayah sehingga kekuasaan Raja tidaklah mutlak.[2] Dalam karyanya Two Treatises Locke mengkritik atas kekuasaan absolute raja-raja Stuart serta untuk membenarkan revolusi gemilang tahun 1688 yang telah dimenangkan oleh perlemen.[3] Karyanya ini pula yang menyajikan ide-ide yang mendasari demokrasi konstitusi liberal, disamping itu menguraikan kepercayaan Locke bahwa setiap manusia dianugerahi hak asasi yang mencakup hak hidup, kebebasan pribadi, dan kepemilikan pribadi.[4]
State of Nature
Dalam karyanya Two Treatises of Civil Government Locke membahas asal-muasal pemerintahan. Sebenarnya State Nature adalah sebuah konsep yang lebih dulu dicetuskan Thomas Hobbes. Pemikiran Locke hanya melanjutkan apa yang telah dimulai oleh Hobbes. State of Nature menurut Locke adalah suatu keadaan alamiah dimana manusia tidak memiliki negara sebagai bagian dari kekuasaan tertinggi. Hukum yang ada pada saat itu adalah hukum alam dimana Tuhan yang dengan sendiriNya mengatur hukum tersebut bagi manusia. Manusia pada dasarnya baik, selalu terobsesi untuk berdamai dan menciptakan perdamaian, saling tolong menolong, memiliki kemauan baik dan telah memiliki hubungan-hubungan sosial.[5] Manusia dalam keadaan alamiah juga tidak akan merusak kehidupan, kesehatan, kebebasan, dan hak-hak pemilikan manusia lainnya.[6]
Pandangan ini berbeda sama sekali dengan gagasan Hobbes tentang sifat alamiyah manusia yang suka berperang, membunuh, dan merampas hak-hak kepemilikan sesamanya. Menurut Locke Akal manusia lebih bisa membuat manusia berperilaku rasional dan tidak merugikan manusia lain. ini karena akal budi tidak lain adalah hukum alam yang diciptakan Tuhan untuk manusia yang berisi kecenderungan untuk melakukan kebaikan ketimbang keburukan. Kecenderungan untuk melakukan kejahatan datang setelah manusia menemukan uang dan sistem moneter. Persaingan yang semakin ketat membuat manusia lupa diri dan terjerumus dalam perang antar sesamanya. Gagasan Locke ini pada dasarnya berupaya untuk memperkecil lahirnya State of war atau keadaan kacau dan perang. Perkembangan materi (Moneter dan uang) memang tidak dapat dibendung namun kehendak liar manusia yang timbul dari itu dapat dibendung.[7]
Lebih lanjut Locke menerangkan bahwa State Nature ini lah yang mendahului negara oleh karena itu manusia memiliki hak yang sama untuk mempergunakan kemampuan mereka.[8] Menurutnya manusia memiliki kemampuan yang sama dalam mengetahui hukum moral dan berkompetisi dalam melakukan amal kebajikan. Perbedaan antara orang kaya dan miskin menurut Locke adalah merupakan tanda akan perbedaan dalam hal kebajikan. Kebajikan disini memiliki konotasi pada kecerdasan, ketekunan, kerajinan, dan kegigihan individu dalam berusaha dan bekerja di dunia ini.[9]
Dalam hal kepemilikan individual Locke berpendapat itu adalah bagian dari hak alamiyah manusia yang perlu dilindungi oleh negara yang telah dibatasi kekuasaannya oleh bagian-bagian yang terpisah dan tidak lagi dibawah tangan seorang penguasa yang absolut. Locke lebih mementingkan persamaan diantara manusia sehingga kehilangan kebebasan berarti kehilangan segalanya.[10] Keadaan ini yang disebut Locke sebagai keadaan dimana manusia kehilangan sifat alamiahnya dan mengakibatkan konflik yang berkepanjangan.
Supreme power
Locke mengemukakan beberapa prinsip penting mengenai kekuasaan tertinggi atau kekuasaan negara. Pertama kekuasaan tidak lain merupakan sebuah kepercayaan rakyat kepada penguasa untuk memerintah mereka (Government by the consent of the people). Sehingga dengan ini Locke mendesakalisasi kekuasaan politik dan menjadikan kekuasaan politik menjadi sepenuhnya sekuler.[11] Dengan demikian Locke dikenal sebagai penggagas negara konstitusional. Locke juga menguraikan bahwa kekuasaan seharusnya tidak dipegang oleh orang yang sama untuk mencegah penyelewengan. Menurutnya kekuasaan yang dimonopoli oleh seorang penguasa harus dipisahkan dalam tiga institusi besar: Legislatif, Eksekutif dan Federatif
Menurutnya tugas eksekutif berarti melaksanakan undang-undang, akan tetapi bila lembaga ini menyalahi undang-undang berarti ia telah mengkhianati rakyat dan negara dan secara langsung telah menyulut peperangan dengan rakyat. Rakyat berhak menyingkirkan lembaga ini dan menggantinya dengan yang baru dengan cara kekerasan. Legislatif adalah lembaga yang membuat undang-undang serta hukum fundamental negara. Lembaga ini tidak boleh membuat undang-undang yang mambatasi kebebasan rakyat dan melanggar hak-hak individu. Selanjutnya lembaga federative, yaitu lembaga yang mengawasi hubungan politik luar negeri serta transaksi dengan negara asing. Lembaga ini juga dapat menentukan perang, perdamaian dan aliansi antar negara. [12]
Religious tolerance
Menurut Locke harus ada aturan yang mengatur pemisahan yang jelas antara tugas institusi negara dan tugas institusi agama (gereja). Dalam konsepsinya negara tidak boleh mencampuri kehidupan beragama seseorang maupun keyakinannya (Freedom of conscience), selanjutnya pemerintahan sipil tidak boleh menyerahkan hak-hak kekuasaannya kepada institusi keagamaan sedikitpun ataupun sebaliknya lalu yang terakhir adalah sekularisasi antara negara dengan agama yakni tidak saling bersinggungan antara keduanya dan mencari jalan masing-masing.
Locke mengakui bahwa jalan menuju kebenaran itu tidaklah monolitik, tapi pluralistik. Jalan seperti ini yang disebutnya sebagai keadilan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Injil dan akal sehat. Kebebasan beragama menurutnya adalah hak alamiah manusia yang tidak boleh diganggu gugat. Gangguan atas hak ini berarti melanggar kebebasan dan menciptakan penderitaan, pemikiran ini berdasarkan pengalaman dirinya semasa perang keagamaan di Inggris.
2.      Pemikiran Montesquieu (1689-1755)
Charles Louis de Secondat Baron de Montesquieu atau biasa disebut Montesquieu adalah pemikir yang kaya akan karya tulis. Montesquieu dilahirkan di Bordeaux, Perancis pada tahun 1689. Ia dikenal sebagai ilmuwan yang menghabiskan seluruh waktunya dalam dunia intelektual. Montesquieu dikenal sebagai sosiolog, pemikir, filosof politik dan penulis Novel terkemuka pada zamannya. Gagasan-gagasannya dalam bidang politik dan sosial sangat mempengaruhi negara dan hukum di berbagai belahan dunia selama berabad-abad.[13] Terutama para founding father dari negara Amerika Serikat sekarang ini, karena konstitusi Amerika sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan yang dilontarkan oleh Montesquieu dalam hal pengaturan bentuk negara.
Pemikiran Montesquieu diimplementasikan dari karya-karyanya yang terkenal yaitu: The spirit of Laws, Sejarah kebesaran dan kejatuhan romawi, dan The Persian letter. Namun Karyanya yang paling monumental adalah the Spirit of Laws, yang berisi gagasan-gagasan Montesquieu di bidang teori politik, ekonomi, sosial dan hukum tata negara. Dalam bidang politik Montesquieu percaya bahwa tidak ada negara baik dan tidak ada pula negara yang buruk. Pada dasarnya yang membedakan adalah aplikasi dan implementasi yang tepat pada wilayah-wilayah geografis yang mendukung.[14]
Separation of power
Montesquieu adalah penggagas cemerlang bagi Trias politika. Meskipun  sebelumnya Locke telah lebih dahulu menggagas konsep ini, bagi Montesquieu apa yang telah digagas Locke masih belum sempurna. Montesquieu secara logis melogikakan Trias politica agar political rights dan civil liberties dapat terlembaga dengan baik dan penghindaran terjadinya pemusatan kekuasaan dan sakralisasi terhadap penguasa. Menurutnya kekuasaan eksekutif dapat dipegang oleh Raja, Legislatif oleh para bangsawan dan Yudikatif dipegang oleh orang-orang bijak terpilih dari kalangan rakyat.
Namun Montesquieu masih terpengaruh oleh filsafat deterministik geografi yang menegaskan bahwa letak geografis yang menentukan kepemilikan dan sumber daya alam sangat menentukan karakter individu, sosial, budaya dll. Ia membagi negara menjadi beberapa bentuk ideal menurut letak geografis yaitu:
1.      Negara dengan wilayah kecil: Republik/aristokrasi/Demokrasi
2.      Negara dengan wilayah sedang: Monarki
3.      Negara dengan wilayah luas: Despotik[15]
Menurutnya negara-negara tersebut sesuai dengan letak geografisnya dapat mengatur pemerintahannya sendiri secara baik dan ideal berdasarkan bentuk yang ia usulkan diatas. Meskipun menurutnya negara dengan bentuk terburuk adalah negara dengan model despotism, ia tetap mengajukannya karena yakin bahwa kondisi geografis akan menjadikannya ideal menurut masyarakat yang ada dalam wilayah tersebut.
Konsep Trias Politika ala Montesquieu pada dasarnya memiliki perbedaan dengan konsep dari Locke. Menurut Locke kekuasaan yudikatif menjadi bagian dari kekuasaan Eksekutif. Lembaga Yudikatif adalah lembaga yang melaksanakan fungsi peradilan dan mengadili para pelanggar undang-undang, namun Locke beranggapan Legislatif yang mempunyai kekuasaan menjalankan berhak pula untuk mengadili. Montesquieu beranggapan bahwa kekuasaan Federatif sebagaimana yang diusulkan oleh Locke menjadi bagian dari lembaga Eksekutif, jadi singkatnya kekuasaan eksekutif meliputi seluruh tugas-tugas kepengurusan negara.[16]
C.    Kesimpulan
John Locke dan Montesquieu adalah intelektual hebat pada zamannya hingga masa kini. Pemikiran-pemikiran mereka terutama di bidang politik masih dipakai hingga sekarang. Pemikiran Trias Politika Monterquieu misalnya mempengaruhi para perumus konstitusi dan dasar negara di Amerika Serikat dan terlihat pada undang-undang dasar dan Hukum negara itu. Pemikiran Locke umumnya dipakai di Inggris dan negara jajahannya tentang konsep Monarki Konstitusional yaitu konsep yang membatasi kekuasaan raja. Locke juga disebut sebagai penganjur system demokrasi liberal dan salah satu pencetus paham pluralisme dan pembela hak kebebasan manusia serta toleransi beragama.





D.    Referensi
Agustino, Leo, Perihal Ilmu Politik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2007
Budiarjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008
Hart, Michael, 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah, Hikmah, Jakarta, 2009
Macpherson, Crawford, The Political Theory of Possesive Individualism. Hobbes to locke, Oxford University Press, London, 1962
Rodee, Carlton dkk, Pengantar Ilmu Politik, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009
Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007
Suseno, Magnis, Etika Politik, Gramedia, Jakarta, 1992
Syam, Firdaus, Pemikiran Politik Barat, Bumi Aksara, Jakarta, 2007






[1] Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik, Hal: 37
[2] Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat, Hal: 128-129
[3] Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu politik, Hal: 282
[4] Michael Hart, 100 Tokoh Paling berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah, Hal:246
[5] Magnis Suseno, Etika Politik, hal:220
[6] Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, hal: 191
[7] Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik, Hal: 135
[8] Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat hal: 133
[9] Macpherson, The Political Theory of Possesive Individualism. Hobbes to locke, hal 148
[10] Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, Hal: 192
[11] Ibid, Hal 196
[12] Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat, Hal 136
[13] Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat, Hal: 213
[14] Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik, Hal: 138
[15] Negara despotik adalah negara yang diperintah oleh satu penguasa yang menentukan hukum dengan kemauannya sendiri.
[16] Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Hal: 283

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Het Landbezit der Chinezen in Nederlandsch-Indie (Javabode 1858)

Sajak Budaya: Arung Pelaut, Jaya Selalu

Ekonomi dan perniagaan di Asia tenggara abad ke 15-17 M